Hal ini dilakukan dalam rangka memaksimalkan pendapatan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dengan cara penyederhanaan layanan.
Terobosan tersebut menggandeng berbagai pemangku kebijakan terkait, di antaranya Pelaksana Harian Direktur Jendera Bina Keuangan Daerah (Plh. Dirjen Bina Keuda) Kemendagri, Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Kepolisian Republik Indonesia, dan Direktur Utama Jasa Raharja.
Plh. Dirjen Bina Keuda Horas Maurits Panjaitan menekankan pentingnya sinergisitas antar stakeholder, khususnya dalam meningkatan pelayanan ke-Samsatan.
Hal ini penting dilakukan untuk memberikan dan meningkatkan pelayanan prima kepada masyarakat melalui pengembangan inovasi Samsat berbasis digital.
“Pelaksanaan kolaborasi kemitraan dengan para stakeholder untuk memberikan nilai tambah bagi masyarakat dan menjadikan regident ranmor, pembayaran PKB, dan pembayaran SWDKLLJ sebagai persyaratan utama,” katanya Maurits dalam keterangan resminya, Sabtu (27/1/2024).
Maurits mengungkapkan, inisiatif strategis yang dilakukan Tim Pembina Samsat untuk melakukan terobosan melalui simplifikasi pelayanan melalui samsat digital sangat efektif dalam upaya peningkatan pendapatan PKB.
Tak hanya PKB, juga meningkatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ).
Ia memastikan semua penerimaan tersebut nantinya akan kembali lagi kepada masyarakat.
Selain itu, Maurits mengungkapkan, usulan adanya relaksasi bagi wajib pajak yang membeli kendaraan bekas.
“Kita juga mengusulkan ke Pemda, untuk menghapuskan BBN 2, pajak kendaraan untuk balik nama yang selama ini ada. Ini mengakibatkan tingkat kepatuhan masyarakat menjadi menurun, karena dia harus mengeluarkan cost ketika membeli kendaraan bekas,” ujarnya.
Menindaklanjuti hal tersebut, kata Maurits, Pemda dapat menghapus pajak progresif kendaraan bermotor dan BBN 2. Pemprov berwenang melakukan penghapusan pajak tersebut.
Hal ini sebagaimana ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD) yang telah mengatur penghapusan BBN 2.
Pada Pasal 12 ayat (1) UU HKPD juga mengatur objek Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) hanya untuk penyerahan pertama atas kendaraan bermotor.
Adapun, dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 juga sudah tidak mengenal penyerahan kedua, artinya untuk BBN 2 ini sudah dibebaskan atau tidak dikenakan tarif.
“Walaupun ketentuan untuk PKB dan BBNKB ini menurut UU ini berlaku tiga tahun sejak UU ini ditetapkan. Namun, Pemprov dapat segera melakukan pembebasan ini karena pemerintah provinsi mempunyai kewenangan untuk memberikan pengurangan, keringanan, dan pembebasan pajak,” tuturnya.
Maurits berharap penghapusan pajak progresif akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Langkah ini merupakan strategi untuk menertibkan data kendaraan bermotor.
Walaupun diakui selama ini Pemprov sering memberikan keringanan berupa pemutihan. Namun kebijakan tersebut justru tidak efektif, mengingat masyarakat cenderung menunda pembayaran pajak karena menunggu pemutihan.
Apalagi, masyarakat yang mempunyai kendaraan lebih dari satu biasanya cenderung tidak mendaftarkan kepemilikan tersebut atas namanya, tapi menggunakan nama/KTP orang lain (untuk menghindari pajak progresif).
“Pemda tidak mendapatkan hasil dari pajak progresif tersebut. Data regident kendaraan bermotor juga menjadi tidak akurat sehingga berpengaruh terhadap pendataan jumlah potensi data kendaraan bermotor,” ucap Maurits.https://tanyakanpada.com/